Cerutu Indonesia, Kualitas Tembakau Jadi Penentu Cita Rasa
Kudus — Indonesia boleh kalah dari Kuba soal penghasil tembakau cerutu. Namun, urusan cita rasa, tembakau cerutu Indonesia yang menjadi jawaranya.
Indonesia kini tercatat di bawah Kuba sebagai penghasil cerutu kedua di dunia. Jember di Jawa Timur menjadi penopang utama produksi tembakau cerutu asal Indonesia setelah Deli mulai surut dan di Klaten luas lahannya tidak terlalu luas.
Jember menjadi penghasil utama cerutu kualitas dunia yang 90 % produksinya diekspor. Sebagaimana dikutip dari laman indonesia.go.id, beberapa waktu lali, pada 2017 Jember mengeskpor tembakau jenis ini senilai Rp1,5 triliun. Jember memproduksi sekitar 8.000-9.000 ton tembakau cerutu per tahun.
Terbaru Industri Cerutu mulai berkembang di Kabupaten Kudus, Selain Pabrikan Raksasa PR. Djarum, kini muncul industri kecil yang digawangi anak-anak muda yang berkoloni dalam wadah komunias Repoeblik Tembakau akar Roemput (RTAR) Chapter Muria Raya. Meluncurkan produk Cerutu Lokal dengan brand CRUTU Royal Cigars untuk masuk ke pasar penikmat cerutu Indonesia. Produk dengan varian type CORONA ini akan segera diluncurkan setelah proses pengadaan Cukai Rampung yang diperkirakan pada Bulan September 2024 ini.
“Kami masih menunggu penerbitan Cukainya”. Kata Erik, salah satu peracik CRUTU Royal Cigar ini. “ Semua proses pengajuan legalitas sudah selesai, dan kami hanya bisa menunggu penerbitannya sesuai prosesnya.” Imbuhnya.
Lebih jauh Erik mengungkapkan bahwa Produk CRUTU Royal Cigar menggunakan blend tembakau lokal yang dikembangkan oleh salah satu petani yang merintis menanam tembakau di Kudus.
Sejarah Cerutu di Indonesia dimulai 1850
Di Jember, BNO kali pertama dikembangkan oleh seorang Belanda keturunan Scotlandia bernama George Birnie. Tahun 1850 Birnie mengantongi hak erfpacht (hak guna usaha) selama 75 tahun bersama empat pengusaha lain.
Dia mendirikan N.V. Landbouw Matscapay Out Djember (NV LMOD) di daerah Jenggawah. Mereka mendatangkan pekerja dari Blitar dan Madura. Saat itu mereka aktif ikut lelang tembakau na-oogst di Amsterdam sebelum dipindah ke Bremen, Jerman.
Perkebunan ‘emas hijau’ di wilayah Besuki kini digarap PTPN X di bawah Kementrian BUMN. Selain itu, ada 22 perusahaan swasta kelas menengah dan kecil di kabupaten ini.
PTPN X tetap menjadi pemain terbesar dan telah punya pengolahan pasca panen berteknologi canggih hasil kerja sama dengan Swiss dalam unit usaha bernama Bobbin yang mampu menyerap 1.000 sampai 1.500 orang pekerja.
Permintaan tinggi dari pasar dunia untuk tembakau na-oogst dari Jember karena target pasar jelas yaitu penggemar cerutu di luar negeri kelas atas yang mau membayar berapa saja demi menikmati cerutu berkualitas terbaik dan memuaskan gaya hidup mereka.
Namun, perkebunan tembakau cerutu memiliki tantangan besar khususnya pada pemeliharaan dan pengolahan pascapanen yang rumit. Antara lain yang terkait residu pestisida dan cuaca.
Pasar internasional menemukan residu rondan (zat pembasmi rumput) yang terlalu tinggi pada tembakau cerutu Indonesia dan berpengaruh pada harga.
Anomali cuaca yang sering terjadi selama tujuh tahun terakhir ini juga berpengaruh pada kualitas daun. Perkembangan selanjutnya, sebagian tembakau Besuki ditanam menggunakan net sebagai naungan dan digunakan untuk bahan dekblad.
Penggunaan net sebagai naungan ini dimaksudkan untuk memanipulasi iklim mikro sehingga sesuai dengan kebutuhan tanaman. Teknologi ini disebut Tembakau Bawah Naungan (TBN). TBN mampu mengatur besar kecilnya intervensi cahaya matahari ke daun. Ini penting untuk menghasilkan daun pembungkus luar berkualitas baik, warnanya rata dan elastis.
Tembakau asal Indonesia akan digunakan sebagai dekblad yang menjadi adalah penent cita rasa cerutu sehingga berkasta tertinggi.
Seluruh bagian cerutu terdiri atas 3-4 lembar daun tembakau sebagai pengisi, lalu dilapisi pembungkus dalam dan luar tanpa campuran apa pun.
Harga yang dipatok untuk tembakau pun beragam. Uuntuk isian dihargai 15 euro/kg, omblad dihargai 30 euro/kg, dan paling mahal untuk dekblad dihargai 60 euro/kg.
Peluang bisnis tembakau na-oogst Indonesia di pasar internasional masih terbuka khususnya untuk kualitas-kualitas tinggi seperti dekblad.
Hal tersebut karena rasa/aroma khas tembakau Indonesia jauh lebih ringan dan lebih aromatis dibandingkan produk tembakau ini dari negara manapun di dunia.
Tak salah kiranya pengusaha cerutu Kuba menyatakan Indonesia adalah la tierra prometadora bagi industri cerutu yang artinya sebuah tanah yang menjanjikan. Ini tidak lepas dari tembakau cerutu asal Indonesia yang menjadi penentu cita rasa.
Sejarah mencatat sejak era kolonial Belanda banyak perusahaan perkebunan termasuk tembakau yang berdiri. Pada masa itu, tembakau ditanam di Deli Serdang (Sumatra Utara), Batavia, Cirebon, Karesidenan Kedu, dan sekitarnya seperti Banjarnegara, Wonosobo, Batang, Kendal, Salatiga, juga Magelang dan Klaten.
Kemudian Karesidenan Probolinggo plus Madura dan Karesidenan Besuki (Situbondo, Jember dan Bondowoso). Di semua daerah itu dikembangkan tembakau untuk kretek, kecuali Deli, Klaten, dan Besuki yang diarahkan sebagai daerah pengembangan untuk tembakau cerutu.
Mengenali tembakau untuk kretek (jenis voor-oogst) dan untuk cerutu (jenis na-oogst) cukup mudah. Daun jenis voor-oogst biasanya tebal dan kasar, punya aroma kuat dan kadar nikotinnya tinggi. Seluruh daun jenis voor-oogst dipakai untuk pengisi (filler) rokok kretek maupun rokok putih dengan cara dikeringkan dan dirajang.
Beraoma Netral.
Sedangkan daun jenis na-oogst punya ciri lebih hijau, lebih tipis, elastis, dan beraroma netral. Na-oogst dipakai untuk pengisi cerutu, pembungkus dalam cerutu (omblad) dan pembungkus luar cerutu (dekblad). Kualitas dekblad dituntut tinggi karena penentu cita rasa dan harga cerutu.
Herry Budiarto dari PT Perkebunan Nusantara X (Persero) dalam Tantangan dan Peluang Agribisnis Tembakau Cerutu yang dimuat di laman Litbang Kementerian Pertanian menyebutkan tembakau na-oogst Indonesia mempunyai tempat yang cukup tinggi dan sangat diperhitungkan.
Tembakau Indonesia dibutuhkan terutama untuk cerutu kualitas tinggi, utamanya tembakau yang digunakan sebagai bahan pembalut luar yang dikenal dengan sebutan bahan dekblad/wrapper yang mempunyai ciri khas rasa yang sangat ringan dan aromatis. Pada era 2005-an, tembakau dekblad/omblad cerutu Indonesia memegang 62,3% pasar dunia.
Pada masa-masa awal, na-oogst dari Deli Serdanglah yang merajai pasar ekspor tembakau cerutu disusul Besuki dan kemudian Klaten. Tembakau Deli merupakan jenis tembakau sebagai penghasil daun pembalut (wrapper) cerutu yang terbaik di dunia.
Keberadaannya sangat diminati oleh para pabrikan di Eropa Barat. Kehadirannya dalam lelang tembakau Indonesia di Bremen selalu dinantikan secara antusias oleh para pabrikan dan pedagang tembakau internasional.
Namun, selama beberapa tahun terakhir produksi tembakau Deli merosot dalam jumlah dan kualitasnya hingga akhirnya meredup. Sedangkan kebun tembakau di Klaten tidak terlampau luas.
Satu-satunya yang masih eksis sampai sekarang dari segi volume serta nilai ekspornya adalah na-oogst dari Besuki terutama Jember yang lebih dikenal dengan BNO (Besuki Na-Oogst). Awalnya tembakau cerutu Besuki ditanam secara tradisional.
Disarikan dari berbagai sumber