Gunung Muria dan Misteri Selat Muria yang Hilang
www.Kulmah.com-Kudus, Selat Muria zaman Sultan Trenggana (1521–1546). Pada 1657 selat ini sudah mengecil atau menghilang. Selat Muria jejak sejarah yang terkubur dalam daratan. Jejak itu bernama Selat Muria, sebuah selat yang dulunya memisahkan daratan Jawa dengan Gunung Muria.Gunung Muria, gunung berapi tipe stratovolcano yang kokoh berdiri di pantai utara Jawa Tengah, dulunya merupakan sebuah pulau. Selat Muria, yang membentang di selatannya, menjadi jalur vital bagi perdagangan dan transportasi maritim di masa lampau.
Tetapi seiring waktu, selat ini perlahan menghilang, terkubur di bawah endapan fluvio-marin. Daratan yang terbentuk dari endapan ini kini menjadi wilayah Kabupaten Kudus, Grobogan, Pati, dan Rembang.
Menurut laporan tahun 1657, pendangkalan Selat Muria disebabkan oleh endapan fluvial dari Sungai Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi. Sedimentasi yang terus menerus terjadi selama berabad-abad akhirnya mengubur selat ini dan menyatukan Gunung Muria dengan daratan Jawa.
Sebelum menghilang, Selat Muria merupakan jalur maritim yang ramai. Jalur ini menghubungkan masyarakat Jawa Kuna dengan masyarakat di pulau-pulau lain, menjadi saksi bisu pertukaran budaya dan perdagangan rempah-rempah yang menggairahkan.
Bukti sejarah tentang keberadaan Selat Muria dapat ditemukan di Situs Purbakala Patiayam, Kudus. Di situs ini, ditemukan fosil-fosil hewan laut yang menjadi bukti bahwa wilayah tersebut dulunya merupakan lautan.
Keberadaan Selat Muria juga berperan dalam menjadikan Demak sebagai kota pelabuhan yang masyhur pada masanya. Kapal-kapal besar dari berbagai penjuru Nusantara dan luar negeri datang dan pergi, membawa komoditas perdagangan dan memperkaya budaya lokal.
Tapi konflik politik yang terjadi di Jawa kala itu menggeser kejayaan Demak. Jalur perdagangan pun beralih ke Pelabuhan Sunda Kelapa, meninggalkan Selat Muria dan Demak dalam kenangan sejarah.
Kini, Selat Muria hanyalah jejak sejarah yang terkubur dalam daratan. Keberadaannya hanya dapat ditelusuri melalui peninggalan-peninggalan sejarah dan cerita-cerita dari generasi ke generasi.
Meskipun telah tiada, Selat Muria meninggalkan warisan penting bagi sejarah Jawa Tengah. Selat ini menjadi pengingat akan masa lampau yang penuh dengan perdagangan maritim, pertukaran budaya, dan kejayaan maritim Nusantara.
Penjelasan Ilmiah
Menurut Pakar Geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo, penurunan tanah di wilayah tersebut merupakan fenomena yang mudah terjadi.
Meskipun tidak tertutup kemungkinan bagi Selat Muria untuk muncul kembali, namun bukan karena banjir belakangan ini.
“Materialnya itu kalau ada beban akan mudah mengalami penurunan. Masih rentan. Kota-kota seperti Semarang dan wilayah pantura itu mengalami subsidence karena material bawah tanahnya belum mengalami kompaksi sempurna,” kata Eko seperti yang dilansir dari CNN Indonesia.
Ia juga menjelaskan bahwa penurunan permukaan tanah di wilayah Semarang, Demak, dan sekitarnya bervariasi dengan intensitas tertinggi mencapai 10 sentimeter per tahun, seperti yang terjadi di wilayah Semarang timur.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis tanah di masing-masing daerah dan faktor-faktor pendukung penurunan tanah yang ada.
Faktor penurunan muka tanah terbagi menjadi dua, yaitu faktor alami dan faktor antropogenik atau dampak aktivitas manusia.
Faktor alami mencakup karakteristik tanah sedimen muda yang membuatnya pasti mengalami penurunan muka tanah. Faktor ini biasanya menyebabkan penurunan sekitar 1 sentimeter per tahun.
Selain itu, faktor alamiah kedua adalah aktivitas tektonik. Faktor ini tidak memiliki dampak yang terlalu besar, karena hanya menyebabkan penurunan sekitar beberapa milimeter.
Sementara itu, faktor antropogenik atau ulah manusia menjadi kontributor terbesar. Infrastruktur dan eksploitasi air tanah dapat menyebabkan penurunan signifikan dalam permukaan tanah.
Eksploitasi air tanah merupakan faktor dominan yang bisa menyebabkan penurunan hingga 7-8 sentimeter per tahun. Selain itu, kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim juga dapat menyebabkan Selat Muria berpotensi muncul kembali.
Eko menegaskan bahwa banjir bukanlah faktor penyebab kemunculan kembali Selat Muria. Sebaliknya, banjir justru dapat meningkatkan ketinggian daratan dengan membawa sedimen ke wilayah terdampak.
“Banjir mengisi sedimentasi di daerah selat tersebut. Tetapi banjir bukanlah penyebab terjadinya selat lagi,” jelas Eko.
Dengan demikian, meskipun Selat Muria tampaknya muncul kembali secara mendadak setelah ratusan tahun menghilang, fenomena ini sebenarnya terkait dengan proses alami dan aktivitas manusia yang telah lama berlangsung di wilayah tersebut.
disarikan dari berbagai sumber